Minggu, 02 Juni 2013

Keadaan Ekonomi Pada Awal Kemerdekaan



A.   FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MEMBURUKNYA KEADAAN EKONOMI DAN KEUANGAN DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN
Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1.    Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya mata uang pendudukan Jepang secara tak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.
Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut, sebab negara RI belum memiliki mata-uang baru  sebagai penggantinya. Maka dari itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu :
a.    mata-uang De Javasche Bank;
b.    mata-uang pemerintah Hindia Belanda;
c.    mata-uang pendudukan Jepang.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
2.    Adanya blokade ekonomi, oleh Belanda (NICA). Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah :
a.    Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
b.    Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
c.    Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak dapat diekspor, sehingga banyak barang-barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain itu Indonesia menjadi kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.
3. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat berkurang, sehingga pendapatan pemeritah semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya. Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan petani inilah pemerintah RI masih bertahan, sekali pun keadaan ekonomi sangat buruk.
B.   USAHA MENEMBUS BLOKADE EKONOMI
Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak Belanda dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut :
1.    Diplomasi Beras ke India
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar berita bahwa rakyat India sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah India dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. Pemerintah bersedia melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun 1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang diperoleh oleh pemerintah RI adalah dalam forum internasional India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan kemerdekaan RI.
2.    Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri, dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Diantara usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam transaksi pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari Indonesia seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat barang-barang ekspor dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
b.    Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Oleh karena jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan akhir masa Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh Angkatan Laut RI dengan dibantu oleh pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan usaha perdagangan barter.
Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton. Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh Singapura dari Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari Jawa hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
C.   USAHA-USAHA MENGATASI KESULITAN EKONOMI
Pada awal kemerdekaan masih belum sempat melakukan perbaikan ekonomi secara baik. Baru mulai Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai usaha untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendesak. Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. lr. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar kembali selama jangka waktu 40 tahun. Besar pinjaman yang dilakukan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses yang dicapai ini menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur dan para pejabat lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan Mangunkusumo. Tujuan konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti :
a.    masalah produksi dan distribusi makanan
Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan disepakati bahwa sistem autarki lokal sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan dan diganti dengan sistem desentralisasi.
b.    masalah sandang
Mengenai masalah sandang disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang dipimpin oleh dr. Sudarsono dan dibawah pengawasan Kementerian Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai awal dari terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog).
c.    status dan administrasi perkebunan-perkebunan
Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi perkebunan yang merupakan perusahaan vital bagi RI, konferensi ini menyumbangkan beberapa pokok pikiran. Pada masa Kabinet Sjahrir, persoalan status dan administrasi perkebunan ini dapat diselesaikan. Semua perkebunan dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah pengawasan Kementerian Kemakmuran.
Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi kedua ini membahas masalah perekonomian yang lebih luas, seperti program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Dalam konferensi ini Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan saran-saran yang berkaitan dengan masalah rehabilitasi pabrik gula. Hal ini disebabkan gula merupakan bahan ekspor yang penting, oleh karena itu pengusahaannya harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan dapat dibelikan atau ditukar dengan barang-barang lainnya yang dibutuhkan RI.
Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat direalisasikan pada tanggal 21 Mei 1946 dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3/1946. Peraturan tersebut disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
3.    Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari 1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani. Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Sesudah Badan Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun. Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi pemodal dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana pembangunan tersebut pemerintah akan membentuk Bank Pembangunan.
Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia ini bertugas mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
Semua hasil pemikiran ini belum berhasil dilaksanakan dengan baik, karena situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan. Agresi Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI yang memiliki potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. Wilayah RI tinggal beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera yang sebagian besar tergolong sebagai daerah minus dan berpenduduk padat. Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun dan Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.
4.    Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948.
Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini, dimaksudkan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, disamping meningkatkan efesiensi. Rasionalisasi ini meliputi penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat ekonomi.  Sejumlah satuan Angkatan Perang dikurangi secara dratis. Selanjutnya tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang ini disalurkan ke bidang-bidang produktif dan diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
5.    Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Pada dasarnya program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950 mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Untuk mningkatkan produksi bahan pangan dalam program ini, Kasimo menyarankan agar :
a.    menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha.;
b.    di Jawa dilakkan intensifikasi dengan menanam bibit unggul;
c.    pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan;
d.    disetiap desa dibentuk kebun-kebun bibit;
e.    tranmigrasi.
6.    Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang  dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan untuk menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta. Dengan dibentuknya PTE juga diharapkan dapat dan melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah usaha-usaha yang dilakukan oleh PTE. Akan tetapi nampaknya PTE tidak dapat berjalan dengan baik. PTE hanya mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE semakin mundur akibat dari Agresi Militer Belanda.
Selain PTE perdagangan swasta lainnya yang juga membantu usaha ekonomi pemerintah adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan Perdagangan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar